RUANGBOGOR -- Polemik mengenai pelepasan hijab oleh anggota Paskibraka putri saat pengukuhan dan pengibaran bendera pada tahun 2024 semakin memanas. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), K.H. Kholil Nafis, secara tegas menyampaikan pandangannya mengenai kebijakan ini, yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan konstitusi.
Dalam wawancara yang dilakukan, K.H. Kholil Nafis menyatakan bahwa peraturan tersebut melanggar hak konstitusional setiap warga negara untuk menjalankan ajaran agama.
"Ini adalah peraturan yang melanggar Undang-Undang Dasar kita dan juga tidak memberikan ruang bagi umat Islam untuk menjalankan ajaran agamanya. Saya meminta agar peraturan ini dicabut karena jelas melanggar konstitusi," tegas Kiai Kholil Nafis.
Peraturan yang dimaksud merujuk pada kebijakan dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), yang mengharuskan Paskibraka putri melepas hijab mereka saat pengukuhan dan upacara pengibaran bendera.
Hal ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk MUI, yang menilai bahwa aturan tersebut tidak hanya melanggar hak asasi, tetapi juga bertentangan dengan semangat kebhinnekaan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia.
"Kebijakan ini sangat keliru, karena Indonesia seharusnya merayakan keberagaman, bukan menyeragamkan. Bahkan dalam aturan BPIP sebelumnya, ada ketentuan yang membolehkan penggunaan hijab, tetapi kenapa hal ini justru dihilangkan dalam peraturan terbaru?" lanjut Kiai Kholil Nafis.
Menanggapi pernyataan dari Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, yang menyebutkan bahwa pelepasan hijab hanya berlaku pada saat pengukuhan dan pengibaran bendera saja, Kiai Kholil Nafis menilai hal ini tetap tidak bisa dibenarkan.
"Apa yang diinginkan dari peraturan ini? Bahkan prajurit TNI dan Polri yang berperang pun boleh memakai hijab. Kenapa ketika mengibarkan bendera tidak boleh? Ini lucu dan tidak masuk akal."
Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, turut memberikan pandangannya dalam diskusi ini. Beliau mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan peraturan tersebut, yang dinilainya tidak menghargai nilai-nilai religius yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Sumatera Barat.
"Kami mengirimkan dua orang Paskibraka, satu putra dan satu putri, yang telah berusaha keras untuk tampil di acara ini. Namun, peraturan yang ada sangat tidak adil dan tidak arif dalam menghargai keyakinan mereka," ujar Gubernur Mahyeldi.
Lebih lanjut, Gubernur Mahyeldi menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Barat akan melakukan protes resmi terhadap peraturan ini dan akan mempertimbangkan untuk menarik Paskibraka putri dari kegiatan pengibaran bendera jika aturan tersebut tidak direvisi. "Kami berharap agar peraturan ini dievaluasi dan tidak diterapkan lagi di masa mendatang," tambahnya.
Kontroversi ini mencuat di tengah persiapan Hari Kemerdekaan Indonesia, yang seharusnya menjadi momen persatuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai kebangsaan. Namun, kebijakan BPIP ini justru memicu perdebatan tentang hak asasi dan kebebasan beragama, yang menjadi dasar utama dari berdirinya negara ini. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan lebih lanjut dari pihak BPIP mengenai kemungkinan revisi peraturan tersebut.